PENDAHULUAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, yang karena Dia lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
HIV/AIDS bukanlah sesuatu yang dirahasiakan lagi, setiap penjuru bumi dalam bidang kesehatan maupun bidang lain tanpa terkecuali Theologia mengarah pada masalah ini. Bahkan dapat dikatakan HIV/AIDS ini merupakan salah satu dari krisis kesehatan yang paling serius pada abad modern saat ini. Pendemik ini sudah menyebar luas keseluruh dunia tanpa mengenal batasan umur, suku, status sosial, pendidikan, agama maupun gender.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan HIV/AIDS? Mengapa begitu menakutkan, dan bagaimana tinjauan etika-Theologisnya? Melalui makalah ini penulis akan memberikan pandangan-pandangan mengenai HIV/AIDS dan tinjauan etika-Theologi, sehingga pertanyaan mengenai permasalahan ini dapat terjawab.
Penulis
BAB II
TINJAUAN PERMASALAH HIV/AIDS
2.1. PENGERTIAN AIDS
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah penyakit fatal dan menular yang merupakan stadium lanjut dari infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus), infeksi HIV ini mengakibatkan kerusakan system kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu.
2.2. CARA PENULARAN AIDS
Penularan penyakit ini dapat melalui hal, diantaranya adalah:
a. 75-85% penularan terjadi karena hubungan seks (5-10% diantaranya melaui hubungan homoseksual)
b. 5-10% akibat alat suntik yang tercemar
c. 3-5% melalui tranfusi darah yang tercemar
d. 90% infeksi pada bayi dan anak terjadi pada Ibu yang mengindap HIV
e. 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengindap HIV akan menjadi pengindap HIV.
f. Bagi anak Balita penularan HIV/AIDS terjadi selama kehamilan, persalinan atau postnatal melalui ASI.[1]
2.3.GEJALA PENYAKIT AIDS
Gejala penyakit ini adalah sebagai berikut:
§ Rasa lelah berkepanjangan
§ Sesak nafas dan batuk berkepanjangan
§ Berat badan turun secara menyolok
§ Adanya pembesaran kelenjar (di leher, ketiak, lipatan paha) tanpa sebab yang jelas
§ Sering demam (lebih dari 380C) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas
§ Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
2.4.Siapa Kelompok Resiko Tinggi
Kelompok yang rentan terserang penyakit ini adalah orang yang memiliki prilaku seksual berganti-ganti pasangan. Dari fase umur, populasi kaum remaja (13-19 tahun) merupakan kelompok beresiko tinggi tertular HIV/AIDS, karena pada masa ini penularan heteroseksual meningkat, aktifitas seksual tidak aman, kegemaran mereka untuk mencoba obat terlarang seperti pemakaian NAPZA, adanya ‘seksual abuse’ seperti trafficking dan pelacuran anak-anak.[2]
Namun bukan hanya para remaja yang terancam, pada tahun 2007 terdapat 34 anak usia bawah lima tahun (Balita) di Propinsi Papua positif mengindap HIV, dan tampaknya kasus ini tidak hanya menimpa anak balita di propinsi tersebut, mungkin juga di propinsi lain. Seperti halnya dengan penelitian yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu dan Bagian Kebidanan FKUI/RSCM selama tahun 1999-2001, dimana dalam memeriksa 558 Ibu hamil di daerah miskin di Jakarta, menunjukan hasil sebanyak 16 orang (2,86 %) mengundap infeksi HIV.
2.5.Cara pencegahan penularan HIV-AIDS
Ada beberapa cara yang dianjurkan oleh para ahli kesehatan untuk mencegah penularan AIDS ini, cara-cara tersebut adalah:
a. Tidak berganti-ganti pasangan seksual
b. Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan jarum suntik yang diulang.
c. Tidak melaukan abtinensia.
d. Bagi yang sudah menikah hanya berhubungan dengan pasangannya saja (Be Faithful)
e. Menggunakan alat pelindung saat melakukan hubungan seks seperti kondom.
f. Taat pada perintah agama.[3]
2.6. Akibat terinfeksi HIV dan AIDS
Penderita AIDS yang meninggal bukan semata-mata disebabkan oleh HIV, tetapi juga oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya system kekebalan tubuh tidak rusak oleh virus AIDS. Dengan melemahnya system kekebalan tubuh maka membuka peluang bagi segala penyakit menyerang penderita infeksi HIV.
Dengan terinfeksinya seseorang oleh HIV ini maka berdampak pada perkembangan psikologi seseorang, dimana tidak dapat disangkali banyak penderita merasa minder, malu, terhina dan berputus asa, sehingga banyak diantara mereka tidak segan menghabisi nyawanya sendiri.
Dengan memperhatikan kelompok penderita AIDS yang ada, yang terdiri dari para remaja, menjelaskan bahwa hal ini dapat mengakibatkan menurunnya sumberdaya manusia dan produktivitas, dengan menurunnya hal ini maka akan berpengaruh buruk bagi pembangunan bangsa, karena memiliki generasi yang tidak berkwalitas.
BAB III
TINJAUAN ETIKA-THEOLOGIS TENTANG HIV-AIDS
Masalah HIV/AIDS memang merupakan persoalan yang serius dan mengglobal, suatu masalah yang tidak dapat ditutupi lagi. Terlebih penyebaran HIV-AIDS ini tidak melalui hubungan seks semata, tetapi juga melalui perantara lainnya seperti narkoba, terlebih perilaku seks bebas yang menjadi trends dikalangan anak muda. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan pemuda Kristen pun menjadi korban penyakit ini.
Penilaian negative yang selalu menghakimi penderita HIV/AIDS ini, secara Etika –Theologis tidak benar. HIV/AIDS tidaklah benar jika dihubungkan dengan “kutukan Tuhan” akibat dari perbuatan dosa seksual maupun lainnya. Hal ini beralasan, karena adakalanya orang baik-baik pun mengalami penderitaan ini. Mereka bukanlah orang-orang yang harus didiskriminasikan, melainkan mereka harus diterima dalam ruang lingkup kegerejaan, diberi keadilan, dan dihargai.
Untuk menekan epidemik HIV/AIDS, maka perlu dibutuhkan sekali keluarga yang “kuat”, dalam hal rohani, dimana selalu menerapkan nilai-nilai Kekristenan dalam mendidik anak-anaknya sejak kecil. Untuk mendapatkan keluarga yang kuat, pihak gereja mempunyai tugas dalam pembentukannya. Pihak gereja harus mempunyai sikap peka terhadap setiap keluarga, memberikan bimbingan, konseling dan lain sebagainya demi menciptakan keluarga yang “kuat” rohani. Gereja sebaiknya tidak memberikan stigma negative kepada para penderita HIV/AIDS, kehadiran gereja harus mengikuti teladan Yesus yang datang untuk melayani semua orang yang berdosa, gereja harus terbuka kepada mereka dan mau membantu, menolong dan mengajaknya bertobat, jika memang mereka belum bertobat. Bagi penderita yang sudah bertobat, gereja mempunyai peran memberikan dukungan agar mereka kuat menghadapi penderitaan yang mereka alami sehingga meringankan bebannya secara moril
Pengembangan Etika Kristiani yang mengacu pada solidaritas Kristus kepada mereka yang dianggap “Pendosa” merupakan panduan penanggulangan yang dapat dilakukan untuk meringankan beban rohani para penderita. Dalam artikel utama “Kajian Dewan Gereja se-Dunia Terhadap HIV/AIDS” majalah Oikumene, bulan Januari 2006 mengatakan:
“Gereja harus sadar bahwa pada hakekatnya gereja terpanggil untuk menjadi ‘The Healing Community’ ditengah-tengah kelamnya kesakitan dan penderitaan, apapun bentuk dan keadaannya. Gereja diberikan mandat oleh Yesus Kristus untuk mendampingi (2 Kor. 1:3-5), mendamaikan (2 Kor. 5:19), mengasihi (1 Kor. 13), dan melayani (Mat. 25:35-37)”.[4]
Adakalanya pihak gereja bekerja sama dengan dinas kesehatan maupun pihak lainnya dalam menangani masalah ini, namun perlu diingat tidak semua anjuran yang ditetapkan pihak lain sesuai dengan kode etik Theologis. Etika-Theologis harus bertolak dari Firman Allah.
Baiklah, kami akan memberikan beberapa upaya kontekstualisasi Theologis dan Etika yang hendaknya dilakukan untuk memahami secara tempat masalah ini, hal tersebut adalah:
a. Mengadakan pembaharuan Theologia dan etik yang relevan terhadap tantangan yang timbul karena HIV/AIDS berdasarkan relasi anugrah antara Allah dan manusia serta seluruh ciptaan-Nya merupakan kerangka relasi antara manusia. Hal ini akan memberikan makna baru untuk memelihara dan memupuk gereja, masyarakat dan keluarga.
b. Mengembangkan Theologi dalam konteks Asia tentang kehidupan yang berpusat pada makna penderitaan, maut dan kematian dalam rangka mempromosikan hidup bermartabat.
c. Menguji kembali pemahaman tentang dosa dalam gereja Lutheran tentang orang berdosa dan orang yang dibenarkan karena anugrah (simul Justus et pecator) dalam rangka menghindari kecenderungan untuk menghakimi orang lain.
d. Mengkaji ulang dan memperbaiki kebijakan etik gereja tentang tindakan disiplin gereja yang menolak ODHA. Perlu juga adanya pengkajian ulang mengenai peraturan gereja tentang pernikahan, perceraian dalam konteks pasangan HIV/AIDS.
e. Mengupayakan pemahaman Theologia dan etik tentang seksualitas manusia dalam konteks Firman Tuhan dan relasinya dengan pendemik HIV/AIDS.
f. Adanya kontektualisasi kitab suci tentang “Sehat”, “Penyembuhan” dan “Keutuhan atau Kesembuhan”
g. Adanya Pendampingan pastoral, pelayanan ibadah dan pelayanan kasih kepada para ODHA.[5]
BAB IV
KESIMPULAN
HIV/AIDS adalah satu hal permasalahan yang selalu dibicarakan dalam abad ini, satu hal yang selalu membuat kengerian pada setiap penduduk bumi, dikarenakan sampai saat ini belum ditemukan obat yang tepat untuk menaggulangi penyakit ini.
Sudah barang tentu penderita HIV/AIDS sangat menderita dan butuh dukungan dari orang lain. Kemelut inilah yang harus dijawab oleh pihak gereja dan kalangan umat Kristen. Gereja harus tanggap memeberikan respon positif atas keberadaan para penderita AIDS, gereja juga harus memberikan pandangan etika-Theologia yang benar kepada masyarakat terkhusus orang Kristen sendiri. Gereja juga harus menjadi pendukung maupun pendamping para penderita, sehingga para penderita dikuatkan secara moril. Bukan hanya itu ada baiknya masyarakat terlebih para remaja diberikan gambaran yang jelas tentang penyakit ini dan cara pencegahannya.
Secara Etika-Theologi, HIV/AIDS bukanlah suatu kutukan dari Tuhan, ini sama halnya dengan penyakit lain. Tuhan tidak pernah merencanakan sesuatu yang buruk bagi umat manusia (Yer. 29:11), Tuhan menghendaki manusia sebagai pengusaha yang berhasil dalam mengusahakan bumi ini (Kej. 1:28). Kita sebagai orang percaya hendaknya sadar bahwa apa yang sudah kita peroleh bukan atas usaha kita sendiri melainkan oleh kasih karunia, dengan demikian kita tidak layak bermegah diri (Ef. 2:8-9).
Daftar Pustaka
Alkitab. Jakarta: LAI. 1999
Berita Oikoumene. Gereja, HIV/AIDS dan ODHA. Jakarta: PGI. Januari 2006
Widodo Judarwanto. Waspadai HIV Pada Anak. Jakarta: www. Childrenforclinic.
2007
Rudy Handoko. HIV AIDS semakin menakutkan…Hiiiiiy!. Jakarta: www. Satu dunia
Menakutkan, 28 Agustus 2007.
Riau Pos Group. 11 januari 2004.
Sahabat Senandika. Theologi, Kitab suci dan Etika. Jakarta: t.p. 2008
[1] Widodo Judarwanto. Waspadai HIV Pada Anak. Jakarta: www. Childrenforclinic, 2007
[2] Rudy Handoko. HIV AIDS semakin menakutkan…Hiiiiiy!. Jakarta: www. Satu dunia Menakutkan, 28 Agustus 2007.
[3] Darwis Alkadam di artikel Riau Pos Group: Setialah Pada Pasangan Pakai Kondom saat berhubungan intim. 11 januari 2004
[4]artikel utama berita Oikumene “Kajian Dewan Gereja se-Dunia Terhadap HIV/AIDS”. Jakarta: PGI. Januari 2006. hal. 10
[5] Sahabat Senandika. Theologi, Kitab suci dan Etika. Jakarta: t.p. 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar